Melempar jumrah merupakan salah satu rangkaian ibadah penting dalam pelaksanaan haji yang tak bisa dipisahkan dari makna ketaatan, pengorbanan, dan simbol perlawanan terhadap setan.
Prosesi ini dilakukan di Mina, tepatnya di tiga titik yang disebut Jumrah Ula, Jumrah Wustha, dan Jumrah Aqabah.
Meskipun terlihat sederhana, yaknihanya melempar batu kerikil ke sebuah tiang, sejatinya ibadah ini memiliki ketentuan dan syarat yang perlu diperhatikan.
Bagi jamaah haji, memahami ketentuan melempar jumrah bukan sekadar soal teknis, melainkan sebagai bagian dari menjaga kemurnian niat dan kesesuaian dengan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Berikut ini di antara 6 ketentuan dan syarat melempar jumrah.
1. Waktu Pelaksanaan yang Sudah Ditentukan
Melempar jumrah memiliki waktu-waktu tertentu yang tidak boleh dilanggar.
Dimulai pada 10 Zulhijjah dengan melempar Jumrah Aqabah saja, kemudian dilanjutkan pada tanggal 11, 12, dan 13 Zulhijjah dengan melempar tiga jumrah (Ula, Wustha, dan Aqabah).
Waktu pelemparan pun dimulai sejak tergelincirnya matahari (waktu zawal) hingga menjelang subuh keesokan harinya.
Namun untuk keamanan, pemerintah Arab Saudi biasanya membagi waktu pelemparan menjadi beberapa gelombang. Jamaah diwajibkan mengikuti jadwal yang ditetapkan oleh petugas.
2. Jumlah Batu yang Dilempar
Ketentuan jumlah batu yang dilempar juga harus diperhatikan, yaitu:
- 10 Zulhijjah: melempar 7 batu ke Jumrah Aqabah.
- 11, 12, dan 13 Zulhijjah: masing-masing melempar 7 batu ke setiap jumrah (Ula, Wustha, Aqabah), total 21 batu per hari.
Jika jamaah mengambil nafar awal (keluar dari Mina pada 12 Zulhijjah), maka tidak perlu melempar pada tanggal 13. Namun bagi yang mengambil nafar tsani (hingga 13 Zulhijjah), melempar tetap dilakukan di hari itu.
3. Jenis dan Ukuran Batu
Batu yang digunakan untuk melempar tidak boleh sembarangan pula.
Sunnahnya, batu berukuran kecil seukuran biji kacang tanah, dan bukan benda lain seperti sandal atau kayu.
Batu tersebut boleh diambil dari Muzdalifah atau sekitar Mina, dan disunnahkan untuk dibersihkan terlebih dahulu.
4. Niat dan Urutan yang Tepat
Meskipun niat dalam hati sudah cukup, tetapi penting untuk menjaga kekhusyukan dan memahami bahwa melempar jumrah adalah simbol melawan godaan setan, seperti yang pernah dialami Nabi Ibrahim ’alaihissalam.
Urutan pelemparan pada tanggal 11–13 Zulhijjah juga harus sesuai. Yaitu, dimulai dari Jumrah Ula, lalu Wustha, baru terakhir Aqabah.
Di samping itu, melempar tidak boleh dilakukan dari arah yang keliru. Pastikan berada dalam radius pelemparan yang benar.
Setiap lemparan harus masuk ke dalam tempat yang ditentukan (kolam atau dinding jumrah) agar sah.
5. Boleh Diwakilkan Apabila Uzur
Bagi jamaah yang lanjut usia, sakit, atau tidak mampu secara fisik, maka pelemparan jumrah boleh diwakilkan kepada orang lain yang juga menunaikan haji.
Dengan catatan, satu orang hanya boleh mewakili satu jamaah lain. Pelaksana atau pewakil juga tetap harus melempar untuk dirinya sendiri terlebih dahulu sebelum mewakili orang lain.
6. Sikap Saat Melempar: Hindari Emosi Berlebihan
Banyak jamaah yang melempar jumrah dengan penuh amarah, bahkan kadang disertai teriakan atau umpatan.
Padahal, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mencontohkan pelemparan dengan tenang dan khusyuk.
Ritual ini bukanlah ajang melampiaskan emosi belaka, tetapi latihan spiritual melawan hawa nafsu dan keinginan buruk dalam diri kita.
Bersama Maghfirah Travel: Bimbingan Lengkap, Ibadah Lebih Tenang
Bagi jamaah Maghfirah Travel, setiap tahapan ibadah haji dibimbing dengan penuh perhatian oleh tim ustadz dan muthawif profesional. Termasuk prosesi lontar jumrah.
Para pembimbing akan menjelaskan waktu terbaik, teknik melempar yang benar, hingga makna di balik setiap ibadah. Dengan demikian, para jamaah bukan hanya menjalani ritual, tetapi juga memahami dan meresapi setiap langkah spiritualnya.
Maghfirah Travel memastikan bahwa semua kebutuhan jamaah selama haji, dari transportasi ke Mina hingga manasik praktikal, berjalan sesuai syariat dan penuh kenyamanan.
Karena tujuan akhirnya bukan hanya sampai di Mina dan melempar batu semata. Tentu kita ingin sampai di titik keimanan tertinggi, yakni saat kita mampu melawan “jumrah-jumrah” dalam diri kita sendiri dalam bentuk kesombongan, amarah, dan godaan dunia.
Dengan Maghfirah Travel, ibadah haji tidak hanya sah secara syariat, tapi juga bermakna dalam hati. Insya Allah.