kuota-haji-umrah-mandiri

Direktur Maghfirah Travel, Firman M Nur, Soroti Kuota Haji dan Legalitas Umrah Mandiri

Ketua Umum Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI) sekaligus Direktur Maghfirah Travel, Firman M. Nur, menyampaikan sikap tegas terhadap sejumlah isu krusial dalam proses revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

Pria yang akrab disapa Firman tersebut menyoroti secara khusus potensi “pasal karet” dalam draf revisi UU yang tengah disusun oleh DPR dan Kementerian Agama.

Hal ini disampaikannya dalam forum resmi internal AMPHURI dan sejumlah pertemuan terbatas bersama mitra legislatif dan pemangku kepentingan.

Kuota Haji Khusus: Harus Ada Kepastian Hukum

Firman menyebutkan bahwa frasa “paling tinggi 8 persen” dalam pasal terkait kuota haji khusus sangat rawan dimanipulasi. Selain itu, juga tidak memberikan kepastian hukum.

“Kami mendorong frasa itu diubah menjadi sekurang-kurangnya 8 persen, agar tidak menjadi pasal karet. Jamaah haji khusus berhak mendapatkan jaminan regulasi yang adil dan tidak berubah-ubah secara sepihak,” tegas Firman.

AMPHURI menilai selama ini kuota haji khusus telah dikelola secara profesional. Bahkan turut berkontribusi besar dalam pelayanan jamaah dengan standar tinggi.

Maka dari itu, kejelasan legal atas kuota mutlak diperlukan.

Umrah Mandiri: Potensi Bahaya di Balik Legalitas

Direktur Maghfirah Travel tersebut juga menolak dimasukkannya istilah umrah mandiri dalam UU.

Menurut Firman, melegitimasi praktik umrah mandiri berisiko membuka celah bagi penyelenggaraan umrah tanpa standar keamanan, bimbingan, maupun tanggung jawab yang jelas.

“Jika umrah bisa dijalankan secara mandiri tanpa travel resmi, maka potensi penelantaran jamaah dan penipuan akan meningkat. Ini langkah mundur dalam perlindungan jamaah,” ujar Firman.

Pasal Karet dan Ketidakterlibatan Asosiasi

Di samping itu, Firman mengkritisi minimnya pelibatan asosiasi dalam proses revisi RUU.

Mereka juga mengingatkan agar tidak ada pasal multitafsir yang bisa mengganggu stabilitas industri haji dan umrah.

“AMPHURI berharap menjadi mitra aktif dalam merumuskan UU, bukan sekadar pendengar. Kami punya data dan pengalaman langsung di lapangan,” tambahnya.

Komitmen untuk Melindungi Jamaah dan Penyelenggara

Sebagai organisasi yang mewadahi lebih dari 740 Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) dan Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) di seluruh Indonesia, AMPHURI menegaskan komitmennya untuk mengawal revisi UU. Ini dilakukan guna melahirkan regulasi yang adil, profesional, dan berpihak pada jamaah.

Mukernas AMPHURI 2025 yang digelar bulan Juli lalu di Yogyakarta juga menegaskan arah perjuangan asosiasi. Yakni, memperkuat ekosistem nasional haji dan umrah serta membawa industri ini ke level global. Salah satunya melalui forum AMPHURI International Business Forum (AIBF).

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *