Ada satu momen besar dalam sejarah Islam yang sering kali kita dengar, tetapi tidak semua benar-benar meresapi maknanya.
Sebuah peristiwa yang mengubah arah salat sekaligus menegaskan identitas umat.
Ialah perpindahan kiblat dari Baitul Maqdis menuju Ka’bah di Makkah.
Kisah tersebut meninggalkan banyak hikmah untuk kita renungkan saat berziarah atau beribadah umrah.
Mari kita duduk sejenak, membayangkan suasana Madinah 14 abad silam, ketika kaum Muslimin menatap arah baru dalam salat mereka.
1. Kiblat Pertama Umat Islam, Baitul Maqdis
Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih berada di Makkah, dan bahkan pada tahun-tahun awal hijrah ke Madinah, umat Islam melaksanakan salat dengan menghadap ke Baitul Maqdis (Yerusalem).
Namun, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebenarnya sangat berharap agar kiblat diarahkan ke Ka’bah, rumah ibadah pertama yang dibangun untuk manusia.
Beberapa riwayat menggambarkan bagaimana beliau sering memandang langit, menunggu wahyu turun.
Ada rasa rindu dan berharap. Namun beliau juga tidak meminta secara memaksa, hanya menunggu dengan penuh taat.
2. Turunnya Perintah Perpindahan Kiblat
Hingga akhirnya, turunlah ayat yang mengubah arah ibadah umat Islam untuk selamanya:
“Sungguh Kami melihat wajahmu menengadah ke langit, maka Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Maka hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram…” (QS. Al-Baqarah: 144)
Ini bukan hanya pernyataan mengenai perubahan arah. Ayat tersebut turut menunjukkan kedekatan Allah kepada Nabi-Nya.
Harapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam diijabah, dan kiblat pun dipindahkan di tengah pelaksanaan salat Zuhur.
Bayangkan suasananya…
Imam sedang memimpin salat, lalu turun perintah. Maka sahabat pun langsung mengubah arah tubuh, dan jamaah mengikuti. Sampai-sampai masjid tempat peristiwa terjadi itu kemudian dikenal dengan nama Masjid Qiblatain atau masjid berkiblat dua.
3. Arah Salat Berubah, Identitas Umat Tegas
Perpindahan kiblat bukan sekadar instruksi teknis. Momen tersebut juga bagian dari:
- Simbol identitas umat Islam. Menunjukkan bahwa umat ini punya karakter dan arah sendiri yang ditetapkan oleh Allah Ta’ala.
- Ujian ketaatan. Banyak sahabat langsung mengikuti meski perubahan tersebut terjadi tiba-tiba. Ini membuktikan bahwa iman bukan hanya pengakuan, tetapi kesiapan mengikuti perintah kapan pun turunnya.
- Pemisah dengan umat sebelumnya. Secara simbolik, perintah ini menegaskan posisi umat Islam sebagai umat yang berdiri di atas wahyu baru, bukan sekadar mengikuti tradisi.
4. Respons Kaum Muslim, Kaum Yahudi, dan Masyarakat Madinah
Beberapa kelompok menerima perubahan itu dengan lapang dada, sementara yang lain tidak.
- Kaum Muslim langsung melaksanakan perintah tanpa banyak bertanya. Perpindahan arah kiblat mengokokohkan posisi umat Islam yang berbeda dengan kaum Yahudi.
- Sebagian Yahudi Madinah mempertanyakan alasan pergantian arah salat. Mereka menuduh perubahan tersebut menunjukkan umat Islam tidak konsisten. Padahal mereka selama ini mengolok-olok kaum muslimin yang berkiblat yang sama dengan mereka.
- Orang-orang munafik menjadikannya bahan keraguan baru.
Namun Allah menegaskan dalam QS. Al-Baqarah: 150 bahwa perubahan kiblat adalah ketetapan-Nya, dan Dia tidak akan menyia-nyiakan iman orang-orang yang telah salat menghadap arah sebelumnya.
5. Hikmah Besar yang Relevan Sampai Hari Ini
Dari kisah ini, kita mendapatkan begitu banyak pelajaran berharga:
1) Ketaatan harus mendahului logika
Sahabat tidak menunda-nunda perubahan arah salat. Ini menjadi teladan kepatuhan yang jernih.
2) Perubahan adalah bagian dari perjalanan iman
Tak semua perubahan itu mudah diterima. Tetapi jika datang dari Allah, maka pasti ada rahasia kebaikan di dalamnya.
3) Masjid Qiblatain menjadi saksi sejarah ketaatan kolektif
Di sinilah tubuh jamaah sekaligus hati mereka berputar mengikuti wahyu.
4) Pengingat bahwa Islam berdiri di atas pondasi wahyu, bukan kebiasaan
Arah ibadah bukan ditentukan tradisi, melainkan ketetapan dari Allah.
5) Allah mengabulkan doa hamba-Nya dengan cara yang terbaik
Harapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dikabulkan melalui wahyu yang mulia, menunjukkan kedekatan Allah Ta’ala dengan hamba yang dicintai-Nya.
Tadabbur Kisah Perpindahan Kiblat Bersama Maghfirah Travel
Jika Anda ingin merasakan langsung jejak sejarah perubahan kiblat ini, maka Masjid Qiblatain di Madinah adalah salah satu tempat paling menyentuh untuk dikunjungi.
Di sinilah Anda bisa membayangkan momen sahabat menoleh, memutar tubuh, dan menaati wahyu dalam hitungan detik.
Maghfirah Travel mengajak para jamaah untuk menghidupkan kembali kisah ini melalui tadabbur sejarah saat berziarah.
Bimbingan ibadah dan edukasi sejarah menjadi fokus utama, sehingga Anda bukan hanya melihat bangunannya, tetapi memahami makna di balik kisahnya.
Dengan program umrah yang nyaman, sesuai sunnah, dan penuh nilai, perjalanan Anda ke Masjid Qiblatain turut menjadi perjalanan perubahan hati.
Siap menapaki sejarah dan memperkuat iman?
Bersama Maghfirah Travel, setiap langkah menuju tanah suci selalu penuh makna.




