Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Kementerian Agama (Kemenag) Nur Arifin telah melaporkan aktivitas umrah “backpacker” atau umrah mandiri tanpa melalui Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) kepada Polda Metro Jaya. Perjalanan ibadah Umrah diatur oleh UU Nomor 8 Tahun 2019 Dalam Pasal 115.
“Diketahui bahwa kami sudah mengirimkan surat pengaduan kepada Polda Metro Jaya mengenai dugaan tindak pidana penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah. Surat tersebut telah dikirimkan pada tanggal 12 September 2023,” kata Nur dalam keterangan resminya yang dikutip pada Selasa (3/10).
Laporan tersebut diharapkan dapat memberikan konsekuensi hukum kepada pihak yang terlibat dalam aktivitas ini. Umrah adalah ibadah yang sangat penting bagi umat Islam, dan dalam melaksanakan umrah diperlukan kehati-hatian dan pengawasan yang ketat untuk menjaga keselamatan dan keamanan jamaah.
Meskipun begitu, Nur tidak menjelaskan pihak mana yang dilaporkan atas kasus ini. Fenomena umrah backpacker menjadi perbincangan karena adanya pesan berantai yang berkaitan dengan informasi penawaran program ini di berbagai platform media sosial.
Nur menjelaskan bahwa bisnis perjalanan ibadah umrah diatur oleh UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Dalam Pasal 115 disebutkan bahwa “setiap orang dilarang tanpa hak sebagai PPIU mengumpulkan dan/atau memberangkatkan jemaah umrah”. Nur mengungkapkan bahwa larangan ini dapat dikenakan sanksi pidana kurungan selama enam tahun atau pidana denda sebesar Rp6 miliar. Selain itu, juga terdapat larangan bagi pihak yang tidak memiliki izin sebagai PPIU untuk menerima pembayaran biaya umrah, yang dapat dikenai pidana penjara selama delapan tahun atau denda sebesar Rp.8 miliar.
Dalam beberapa tahun terakhir, permintaan untuk umrah mandiri atau umrah “backpacker” semakin meningkat. Hal ini mungkin disebabkan oleh biaya yang lebih terjangkau dan kebebasan untuk mengatur jadwal perjalanan sendiri. Namun demikian, perlu diingat bahwa melakukan perjalanan umrah tanpa didampingi oleh PPIU memiliki risiko yang tinggi.
PPIU memiliki peran penting dalam memastikan semua persyaratan dan prosedur umrah terpenuhi dengan baik. Mereka bertanggung jawab untuk menyediakan layanan yang aman dan nyaman bagi jamaah, termasuk pengaturan transportasi, akomodasi, dan perjalanan di Makkah dan Madinah.
Umrah backpacker atau umrah mandiri sering kali tidak memenuhi semua persyaratan ini, sehingga meningkatkan risiko terjadinya masalah seperti kehilangan atau kecelakaan. Selain itu, tidak adanya pengawasan yang memadai juga dapat memudahkan terjadinya penipuan atau penyalahgunaan dana jamaah.
Untuk itu, Kemenag perlu melakukan tindakan tegas untuk menghentikan praktek umrah backpacker yang tidak aman ini. Melalui laporan yang diajukan ke Polisi Daerah Metro Jaya, diharapkan pihak yang terlibat dapat ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku.
Selain itu, perlu juga adanya sosialisasi yang lebih intensif mengenai pentingnya menggunakan jasa PPIU dalam melaksanakan umrah. Jamaah perlu menyadari bahwa perjalanan umrah bukanlah sekadar liburan biasa, tetapi ibadah yang membutuhkan persiapan dan perencanaan yang matang.
Kemenag juga dapat berperan lebih aktif dalam mengawasi kegiatan umrah serta memperketat pengawasan terhadap PPIU yang ada. Dengan adanya pengawasan yang ketat dan sanksi yang tegas, diharapkan dapat menjamin keamanan dan kenyamanan bagi jamaah dalam melaksanakan ibadah umrah.
Dalam menghadapi fenomena umrah backpacker yang semakin meningkat, penting bagi Kemenag dan pihak terkait untuk terus memperbaiki regulasi dan pengawasan terhadap penyelenggara umrah. Hal ini bertujuan untuk menjaga kualitas layanan dan memastikan keberlangsungan umrah yang aman dan terpercaya bagi jamaah.